APAKAH NEGARA MILIK PARA INVESTOR?

Ilustrasi Pesangon

(IHINews) Karawang 11/05/2025, Kasus PT Sritex menjadi cermin kegagalan negara dalam melindungi hak-hak dasar pekerja, terutama terkait pesangon dan Tunjangan Hari Raya (THR). Meskipun 1.300 eks karyawan Sritex telah dipekerjakan kembali oleh investor baru, pemerintah justru terlihat abai dalam memastikan hak-hak normatif mereka dipenuhi sebelum proses rekrutmen ulang. Padahal, klaim pesangon dan THR seharusnya menjadi prioritas.

Ketergantungan pada Mekanisme Pasar dan Kurator

Negara cenderung menyerahkan tanggung jawab pembayaran pesangon dan THR sepenuhnya kepada kurator kepailitan Sritex. Padahal, proses penjualan aset untuk membayar utang ke pekerja bisa memakan waktu lama, sementara kebutuhan pekerja bersifat mendesak . Meski Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengklaim “mengawal” hak pekerja, langkah konkret seperti intervensi dana darurat atau subsidi untuk mempercepat pembayaran tidak dilakukan. Alih-alih, pemerintah hanya berharap pada investor baru yang menyewa aset Sritex, tanpa memastikan apakah hak-hak lama terpenuhi .

Ambivalensi Janji Pemerintah

Di satu sisi, Menaker Yassierli menjamin hak pesangon dan THR akan dibayarkan, bahkan saat perusahaan beroperasi kembali . Namun, di sisi lain, pemerintah tidak memiliki mekanisme penjaminan yang jelas.

Eksploitasi Tenaga Kerja Tanpa Kepastian

Rekrutmen ulang 1.300 eks pekerja PT Sritex oleh investor baru justru mempertegas eksploitasi terselubung. Pekerja dipaksa menerima skema kerja tanpa kepastian pesangon sebelumnya, sementara hak THR yang seharusnya dibayarkan sebelum Lebaran—masih tertunda . Serikat pekerja bahkan menuntut pembayaran hak-hak tersebut sebagai prasyarat sebelum bekerja kembali, tetapi tuntutan ini diabaikan .

Refleksi Sistemik: Negara vs Kapital

Kasus Sritex mengungkap ketimpangan struktural di mana negara lebih memprioritaskan kelangsungan bisnis melalui investor baru ketimbang memastikan keadilan bagi pekerja. Alih-alih mengambil alih industri strategis seperti tekstil sesuai amanat UU, pemerintah justru membiarkan korporasi asing/swasta mengontrol aset tanpa menjamin hak-hak buruh . Ini memperlihatkan bagaimana negara “menghamba” pada logika pasar, mengorbankan hak pekerja demi stabilitas investasi.

Kesimpulan

Abainya negara dalam menjamin hak pesangon dan THR eks karyawan Sritex bukan sekadar kegagalan administratif, melainkan cermin dari sistem yang meminggirkan keadilan sosial. Pemerintah perlu mengambil alih tanggung jawab finansial, mempercepat pembayaran melalui skema darurat, dan mereformasi sistem jaminan sosial agar responsif terhadap krisis. Tanpa langkah tegas, janji rekrutmen ulang hanya akan menjadi ilusi yang mengaburkan praktik eksploitasi baru.

Shanto Adi P/Editor

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments