RUPIAH DIGUGAT RP 1.000 JADI RP 1 DI MK

(IHIINEWS) Jakarta 24/4/2025, dalam persidangan sidang redenomisasi rupiah Hakim Konstitusi Saldi Isra meragukan kerugian dan kedudukan hukum pemohon gugatan yang meminta adanya redenominasi rupiah dari Rp 1.000 menjadi Rp 1. Dalam sidang yang digelar Selasa (22/4/2025), Saldi mengatakan, kedudukan hukum harus dipikirkan dengan serius, khususnya terkait kerugian yang dialami.

“Legal standing itu harus dipikirkan dengan serius soal kerugian atau potensi kerugian. Saya terus terang belum bisa meyakinkan dengan argumentasi legal standing itu, yang aktualnya saja belum meyakinkan, apalagi yang potensialnya,” kata Saldi.

“Oleh karena itu, harus dicarikan argumentasi yang kuat untuk menjelaskan kerugian, setidak-tidaknya kerugian potensial selama uang itu tidak dikurangi atau dihilangkan nolnya tiga,” ujarnya lagi saat memberikan nasihat kepada pemohon.

Adapun pemohon redenominasi rupiah adalah seorang advokat bernama Zico Leonardo Djagardo. Dia menguji Pasal 5 ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf c UU Mata Uang yang berkaitan dengan pecahan nominal rupiah. Putu Surya Permana Putra selaku kuasa hukum Zico mengatakan, jumlah nol yang banyak di mata uang rupiah merugikan kliennya secara konstitusional. Banyaknya angka nol yang terdapat dalam mata uang rupiah dinilai tidak efisien, karena banyak negara lain memangkas angka nol dalam mata uang dan sekaligus menandakan stabilitas ekonomi.

.

Masalah lainnya yang pemohon alami adalah karena kebiasaan dalam menghitung denominasi yang besar tersebut berdampak pada meningkatnya rabun jauh yang disebabkan oleh kelelahan visual dan ketegangan otot mata (digital eye strain). Hal tersebut diketahui pemohon ketika berkunjung ke Singapura dengan mata uang Dollar Singapura yang tidak memiliki angka nol yang banyak seperti mata uang rupiah.

Pemohon sangat mudah untuk menghitung dan bertransaksi dengan mata uang Dollar Singapura tersebut. Berbeda halnya dengan mata uang rupiah yang memiliki denominasi besar, menyulitkan Zico saat bertransaksi, karena harus melihat jumlah angka nol di belakang dengan teliti.

Bahkan akibat denominasi besar tersebut, pemohon pernah mengalami salah transaksi karena angka nol yang begitu banyak. Dalam petitum, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 5 ayat (1) huruf c UU Mata Uang bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: “Ciri umum Rupiah kertas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) paling sedikit memuat: c.

Sebutan pecahan dalam angka dan huruf sebagaimana nilai nominalnya yang telah disesuaikan dengan mengonversi angka Rp 1.000 (Seribu Rupiah) menjadi Rp 1 (Satu Rupiah)”. Pemohon juga meminta MK menyatakan Pasal 5 ayat (2) huruf c UU Mata Uang bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: “Ciri umum Rupiah logam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) paling sedikit memuat: c. Sebutan pecahan dalam angka dan huruf sebagaimana nilai nominalnya yang telah disesuaikan dengan mengonversi angka Rp 1.000 (Seribu Rupiah) menjadi Rp 1 (Satu Rupiah)”.

 

Shanto Adi P/Editor

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments