BOS PT SRITEX DITANGKAP, BAGAIMANA KELANJUTAN NASIB EKS BURUHNYA?

Foto Istimewa

(IHINEWS) Jakarta (22/05/2025), Seperti yang diberitakan sebelumnya bahwa bahwa eks buruh PT Sritex yang diPHK yang berjumlah sekitar 10.966 orang belum menerima pesangon, Tunjangan Hari Raya (THR), dan hak lainnya karena perusahaan dinyatakan pailit sejak Oktober 2024. Pembayaran pesangon harus menunggu penjualan aset perusahaan, tetapi proses ini terhambat oleh utang Sritex yang mencapai Rp29,8 triliun kepada kreditur, termasuk bank pemerintah dan swasta.

Pemerintah menegaskan pesangon akan dibayar dari hasil penjualan aset, tetapi belum ada kepastian waktu karena proses lelang aset rumit dan nilai aset tidak mencukupi untuk melunasi seluruh utang. Banyak pihak yang pesimis dan memprediksi pesangon mungkin tidak dibayar penuh karena prioritas pembayaran utang kepada kreditur lebih tinggi daripada kewajiban ke buruhnya.

Seperti diberitakan bahwa pemilik PT Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, ditangkap karena diduga menyalahgunakan kredit senilai Rp3,58 triliun dari bank pemerintah untuk membayar utang pribadi dan membeli aset non produktif, seperti tanah di Solo dan Yogyakarta.

Penyalahgunaan dana ini memperparah kondisi keuangan Sritex, mempercepat kepailitan, dan menghambat kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban ke buruhnya. Kerugian negara akibat korupsi ini mencapai Rp692,9 miliar, yang semakin mengurangi sumber dana potensial untuk membayar pesangon.

Kondisi aset Sritex (pabrik, mesin, tanah) sulit dijual karena nilai jual rendah dan status hukum yang rumit akibat korupsi. Kurator memperkirakan hanya sebagian kecil pekerja yang dipekerjakan kembali untuk merawat aset. Sementara itu kasus korupsi Sritex melibatkan bank pemerintah (BJB, Bank DKI) dan pejabatnya. Jika proses hukum berlarut, penjualan aset akan tertunda, memperpanjang penderitaan karyawan .

Nasib karyawan Sritex menggambarkan ketimpangan sistemik dalam perlindungan pekerja di Indonesia. Penyalahgunaan kredit oleh pemilik perusahaan mengorbankan hak dasar pekerja, sementara pemerintah terkesan lamban mengintervensi. Meski pemilik Sritex ditahan, tidak ada jaminan dana korupsi yang disita akan dialokasikan untuk pesangon karyawan.

Eks buruh Sritex terjebak dalam lingkaran ketidakpastian menunggu penjualan aset yang belum jelas, sementara pemilik perusahaan menghadapi proses hukum panjang. Solusi jangka pendek seperti JKP dan JHT hanya meredam gejolak, tetapi tidak menjawab akar masalah. Diperlukan kebijakan afirmatif dari pemerintah, seperti :

  1. Alokasi dana khusus untuk pesangon dari anggaran negara, dengan klaim balik ke aset Sritex.
  2. Koordinasi antara kurator, kejaksaan, dan kementerian terkait untuk memprioritaskan hak pekerja.
  3. Memastikan hak pekerja menjadi prioritas tertinggi dalam pembagian aset perusahaan pailit .

Tanpa langkah konkret, ribuan mantan karyawan Sritex akan terus terpuruk dalam kemiskinan struktural.

Shanto Adi P/Editor

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments