(IHINEWS) Karawang 17/03/2025, seperti yang telah diberitakan bahwa Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang menjadi indikator inflasi Februari 2025 terjadi deflasi sebesar 0,48% secara MtM atau terjadi penurunan indeks harga konsumen dari 105,99 pada januari 2025 menjadi 105,48 pada februari 2025. Apakah deflasi ini baik secara ekonomi atau malah sebaliknya.
Deflasi, penurunan tingkat harga secara umum, sering kali dianggap sebagai kabar baik bagi konsumen karena barang dan jasa menjadi lebih murah. Namun, di balik itu, deflasi dapat menjadi sinyal peringatan akan masalah ekonomi yang lebih dalam, seperti tingginya angka PHK dan menurunnya daya beli masyarakat.
Narasi Deflasi dan PHK Tinggi
Ketika harga-harga turun, perusahaan mungkin mengalami penurunan pendapatan. Untuk mempertahankan keuntungan, mereka terpaksa mengurangi biaya operasional, salah satunya dengan melakukan PHK. Akibatnya, angka pengangguran meningkat, dan daya beli masyarakat pun melemah.
Narasi Deflasi dan Daya Beli Menurun
Penurunan harga dapat membuat konsumen menunda pembelian dengan harapan harga akan terus turun. Hal ini menyebabkan penurunan permintaan agregat, yang pada gilirannya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, PHK yang tinggi juga mengurangi pendapatan masyarakat, yang semakin menekan daya beli.
Dampak Lebih Lanjut
- Lingkaran setan: Deflasi, PHK, dan penurunan daya beli dapat menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus.
- Investasi lesu: Ketidakpastian ekonomi akibat deflasi dapat membuat investor enggan menanamkan modal, yang semakin memperburuk situasi.
- Beban utang meningkat: Deflasi meningkatkan nilai riil utang, yang dapat memberatkan individu dan perusahaan yang memiliki pinjaman.
Meskipun deflasi sekilas tampak menguntungkan, dampaknya terhadap lapangan kerja dan daya beli dapat merugikan perekonomian secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan otoritas terkait untuk mengambil langkah-langkah yang tepat dalam mengatasi deflasi dan mencegahnya berubah menjadi krisis ekonomi.
Shanto Adi P/Editor