(IHINEWS) Karawang 1/03/2025, Di tengah kondisi perusahaan yang tidak menentu, para buruh pabrik kembali dirundung kecemasan. Ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) menghantui, seolah menjadi momok yang tak pernah pergi. Di saat genting seperti ini, harapan mereka sempat membuncah ketika seorang pejabat kementerian datang membawa angin segar. Janji manis dilontarkan, meyakinkan para buruh bahwa tidak akan ada PHK.
Namun, kenyataan pahit kembali menampar wajah para buruh. Janji tinggal janji. Alih-alih melindungi, kebijakan yang diambil justru memperparah keadaan. PHK massal tak terhindarkan, merenggut mata pencaharian ribuan orang. Kepercayaan yang sempat tumbuh, kini luntur tak bersisa.
Pertanyaan besar pun muncul: mengapa janji itu dilanggar? Apakah ini sekadar janji palsu untuk meredam gejolak sesaat? Atau ada faktor lain yang memaksa sang pejabat untuk mengingkari ucapannya?
Apapun alasannya, ingkar janji ini telah melukai hati para buruh. Mereka merasa dikhianati, dipermainkan oleh penguasa yang seharusnya melindungi mereka. Kepercayaan terhadap pemerintah pun kembali dipertanyakan.
PHK massal ini bukan sekadar angka-angka statistik. Di baliknya, ada kisah-kisah pilu tentang keluarga yang kehilangan sumber penghasilan, anak-anak yang terancam putus sekolah, dan mimpi-mimpi yang hancur berkeping-keping. Dampak ekonomi pun tak bisa diabaikan. PHK massal akan meningkatkan angka pengangguran, menurunkan daya beli masyarakat, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Sudah sepatutnya para buruh menuntut tanggung jawab dari sang pejabat. Berikan mereka penjelasan yang jujur dan solusi yang adil. Mereka tidak ingin menjadi korban dari kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil.
Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi para pejabat publik. Janji adalah utang yang harus dibayar. Kepercayaan rakyat adalah amanah yang harus dijaga. Jangan pernah mengkhianati kepercayaan rakyat, karena dampaknya akan sangat merugikan bagi bangsa dan negara.
Shanto Adi P/Editor
