(IHINEWS) Jakarta 22/03/2025, sehari setelah DPR RI mensyahkan UU TNI, sembilan mahasiswa fakultas hukum Universitas Indonesia (UI) mengajukan gugatan formil terhadap UU tersebut. Tujuh dari sembilan mahasiswa itu bertindak sebagai pemohon dan mendaftarkan gugatannya ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (21/3/2025).
Kuasa hukum mahasiswa UI, Abu Rizal Biladina menggarisbawahi yang mereka gugat adalah formil atau proses revisi Undang-Undang TNI. Bukan isi dari undang-undang tersebut.
“Artinya, kami menguji apakah peraturan pembentukan perundang-undangannya yang disahkan oleh DPR telah memenuhi persyaratan yang diatur oleh UU. Setelah kami melakukan riset lebih mendalam, kami menyimpulkan revisi UU TNI yang disahkan pada Kamis kemarin cacat formil dan inkonstitusional,” ujar Rizal ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada hari ini.
“Jadi, kami tidak menguji pasal per pasal,” tutur dia.
Alasan pihaknya mengajukan gugatan formil terhadap UU TNI karena parlemen telah menyalahi tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan. Salah satu kekeliruan fatal yang dilakukan parlemen, kata Rizal, yakni hingga hari Jumat draf RUU TNI yang sudah disahkan dan naskah akademik belum tersedia di situs resmi DPR.
“Seharusnya, sejak awal DPR itu menyediakan naskah akademik dan draf RUU TNI di laman resmi parlemen karena itu kewajiban mereka sebagai parlemen. Itu hak kami sebagai warga negara. Hal tersebut bermakna, DPR telah menghapus meaningful participation,” katanya.
Lebih lanjut, Rizal menyoroti kilatnya pembahasan revisi UU TNI. Dalam riset yang ia lakukan, sejak dibentuk panitia kerja hingga revisi tersebut disahkan hanya butuh delapan hari. Panja UU TNI resmi dibentuk pada 27 Februari 2025 dan menunjuk 23 anggota DPR di komisi I.
“Selain itu komisi I DPR menggeser prolegnas prioritasnya yang semula RUU Penyiaran. Lalu, ditabrak begitu saja dengan revisi UU TNI. Itu betul-betul menyalahi hal formil,” katanya.
Ia menambahkan meski sempat digelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan dua perwakilan masyarakat sipil dan komisi I DPR, tetapi hal tersebut tidak serta merta dikatakan ada partisipasi bermakna.
“Yang jadi pertanyaan kami, apakah masyarakat sipil ketika berdialog, menerima penjelasan dari DPR. Apakah pernyataan dari DPR ditolak tapi DPR tetap bersikeras, kan artinya tidak ada kompromi,” tutur dia.
Dalam dokumen gugatan yang diajukan, ketujuh mahasiswa UI itu mengajukan lima poin gugatan. Pertama, meminta kepada hakim konstitusi untuk mengabulkan gugatan mereka secara keseluruhan. Kedua, menyatakan UU tentang perubahan atas UU nomor 34 tahun 2004 mengenai TNI tidak memenuhi ketentuan pembentukan perundang-undangan berdasarkan UUD 1945,” demikian yang tertulis di dalam dokumen tersebut.
Poin ketiga, ketujuh mahasiswa UI meminta kepada hakim konstitusi untuk menyatakan UU tentang perubahan atas UU nomor 34 tahun 2004 mengenai TNI bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu, undang-undang tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Poin keempat, ketujuh mahasiswa UI meminta kepada hakim konstitusi bahwa UU yang telah diubah, dihapus dan atau tidak telah dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat yakni UU nomor 34 tahun 2004, berlaku kembali. Poin kelima, memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Rizal mengatakan sidang pendahuluan akan digelar setelah libur Idulfitri. “Timeline sidang pendahuluan paling cepat digelar setelah Lebaran,” ujarnya.
Rizal dan tujuh mahasiswa UI lainnya mengaku optimistis gugatan uji formil tersebut bakal dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, sudah ada preseden MK mengabulkan sebagian uji formil Undang-Undang penanganan COVID-19 tahun 2020 lalu. Hakim konstitusi ketika itu menyatakan pasal 27 ayat (1), (2) dan pasal 29 dinyatakan inkonstitusional bersyarat.
Sehingga, mereka yakin gugatan formil terhadap UU TNI juga akan dikabulkan oleh MK. “Kami yakin peluang untuk gugatan ini dikabulkan hakim, cukup besar,” tutur dia.
Shanto Adi P/Editor