MONAS, PIDATO DAN DAFTAR TAGIHAN MAY DAY 2025

Foto Istimewa

(IHINEWS) Karawang (01/06/2025) Hari ini tepat satu bulan setelah peringatan May Day 2025. Kehadiran Presiden Prabowo di Monas pada May Day 2025 adalah momen bersejarah. Untuk pertama kalinya dalam 60 tahun, seorang presiden Indonesia berdiri di tengah lautan buruh, menyanyikan The Internationale, dan menjanjikan transformasi besar. Tapi di balik gegap gempita dan jabat tangan, tersimpan daftar janji panjang yang kini harus ditagih bukan sekadar dirayakan.

  1. Simbolisme vs Substansi: Ketika Panggung Menjadi Panggung

Prabowo datang bukan sebagai penguasa, melainkan “presiden buruh” yang mengaku lahir dari dukungan mereka. Ia menyebut diri sebagai “presiden orang susah”, mengingat dukungan buruh dalam lima kali pemilu. Namun, simbolisme kehadiran harus diukur dari tindak lanjut:

  1. Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional dijanjikan sebagai wadah aspirasi buruh, tapi mandatnya kabur: apakah hanya advisory body tanpa kekuatan memaksa?.
  2. Satgas PHK dibentuk untuk mitigasi pemutusan hubungan kerja, tapi tanpa mekanisme sanksi bagi perusahaan yang melakukan PHK sewenang-wenang.

Di sisi lain, sementara ribuan buruh bersorak di Monas, di Senayan, aksi buruh lain justru dikepung aparat. Mereka menuntut pencabutan UU Cipta Kerja regulasi yang tak tersentuh dalam pidato.

  1. Janji Hapus Outsourcing: Antara Cita dan Realita Industri

Prabowo berjanji menghapus sistem outsourcing: “Saya akan minta Dewan Kesejahteraan mempelajari penghapusan secepatnya!. Tapi ia juga menegaskan perlunya “menjaga kepentingan investor”. Di sinilah dilema muncul:

  1. 19,5 juta pekerja formal masih terikat sistem kontrak/outsourcing.
  2. Pertemuan Bogor (150 buruh vs. 150 pengusaha) disebut sebagai solusi dialogis, tapi tanpa kerangka negosiasi yang jelas, risiko kompromi sepihak mengintai.

Janji ini berisiko menjadi ilusi jika tak diikuti revisi UU Ketenagakerjaan yang mengatur ulang hubungan industrial secara struktural.

  1. RUU Perlindungan PRT: Janji 3 Bulan yang Pernah 21 Tahun Menguap

Salah satu janji paling konkret adalah pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) dalam tiga bulan . Tapi RUU ini telah tertunda 21 tahun melampaui lima periode presiden. Jika gagal dipenuhi, janji ini akan menjadi bukti kekosongan politis. Apalagi, 5 juta PRT (90% perempuan) masih bekerja tanpa perlindungan negara.

  1. Tarik Aset Negara dan RUU Perampasan Aset: Retorika Anti-Korupsi yang Harus Dibuktikan

Prabowo berkoar tentang penarikan aset koruptor: “Gue tahu tipu-tipu mereka, aset rakyat akan gue tarik!”. Dukungannya pada RUU Perampasan Aset juga disambut sorak. Tapi ICW segera mengingatkan: “Jangan cuma komitmen, ini bukan masa kampanye!”. RUU ini tertahan di DPR sejak lama, dan presiden harus memaksa partainya sendiri untuk memprioritaskannya bukan sekadar wacana di panggung May Day.

  1. Upah Layak vs Formula Pengupahan yang Mengkhianati

Buruh menuntut living wage, tapi pemerintah justru mengeluarkan PP No. 51/2023 yang menghapus komponen KHL (Kebutuhan Hidup Layak) dari formula upah minimum. Prabowo tidak menyentuh ini dalam pidato. Padahal, upah minimum Jakarta (Rp 5,07 juta) masih 18% di bawah standar KHL buruh (Rp 6,2 juta) . Janji “keadilan ekonomi” pun terasa paradoks.

Mekanisme Penagihan: Dari Janji ke Langkah Nyata

Agar janji tidak jadi deja vu, tiga mekanisme kritis harus bekerja:

  1. Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional harus independen dan binding. Bukan sekadar stempel legitimasi, tapi dengan hak veto atas kebijakan yang merugikan buruh.
  2. Satgas PHK perlu kewenangan investigasi dan denda progresif untuk perusahaan yang melakukan PHK tanpa negosiasi serikat.
  3. Pertemuan Bogor harus menghasilkan nota kesepakatan yang mengikat, bukan sekadar foto bersama.

Pidato di Monas adalah awal, bukan akhir. Sejarah tidak mencatat presiden dari gemuruh sorak, tapi dari kebijakan yang mengubah hidup 140 juta pekerja Indonesia.  Seperti diingatkan Tan Malaka: “Revolusi tidak dimulai dari podium, tapi dari pabrik dan sawah”. May Day 2025 akan dikenang bukan karena presiden datang, tapi jika outsourcing benar-benar dihapus, RUU PPRT disahkan, dan PHK massal dihentikan. Sampai itu terwujud, daftar tagihan ini akan terus menggantung seperti bayang-bayang Marsinah yang menunggu gelar pahlawannya.

Shanto Adi P/Editor

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments