JANJI 19 JUTA LAPANGAN KERJA, ANTARA RETORIKA POLITIK DAN REALITAS PAHIT PENGANGGURAN

Foto Istimewa

(IHINEWS) Karawang (01/06/2025), Ketika janji 19 juta lapangan kerja bergema dalam kampanye Pilpres 2024, harapan rakyat mengkristal: masa depan cerah dengan kesempatan kerja yang melimpah. Namun, realitas hari ini justru menjadi cermin suram dari retorika politik itu. Di tengah gelombang PHK, ketimpangan kompetensi, dan minimnya penciptaan lapangan kerja, janji tersebut terasa seperti ilusi yang semakin menjauh dari jangkauan.

Janji Politik vs Data Pengangguran: Jurang yang Menganga

Target Ambisius Tanpa Fondasi : Gibran Rakabuming Raka menjanjikan 19 juta lapangan kerja (termasuk 5 juta green jobs) melalui hilirisasi, pemerataan pembangunan, dan penguatan UMKM. Namun, hanya 100 hari setelah pemerintahan baru, gelombang PHK massal melanda sektor tekstil, manufaktur, dan otomotif. Contoh nyata: PT Sri Rejeki Isman (Sritex) mem-PHK ribuan karyawan setelah dinyatakan pailit, Sanken Indonesia, Yamaha Music Indonesia, dan PT Tokay Bekasi menambah daftar panjang perusahaan yang merumahkan pekerja .

Data Pengangguran yang Meroket : Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengangguran mencapai 7,28 juta orang per Februari 2025 naik 83.450 orang dari tahun sebelumnya. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) kini 4,76%, dengan penambahan angkatan kerja baru 3,67 juta orang. Bahkan IMF memproyeksikan angka ini akan terus memburuk menjadi 5,1% pada 2026.

Akar Masalah: Sistemik dan Tidak Tersentuh Kebijakan

Ketimpangan Kompetensi vs Kebutuhan Industri: Lulusan perguruan tinggi sering hanya dibekali teori, sementara industri membutuhkan keterampilan digital, analisis data, dan komunikasi profesional . Akibatnya, 30,12% pengangguran nasional didominasi lulusan SMA-Sarjana.

Syarat Rekrutmen yang Tidak Manusiawi: Lowongan entry-level mensyaratkan pengalaman 2–3 tahun, menciptakan paradoks: “Bagaimana mendapat pengalaman jika lowongan pertama saja tak tersedia?”. Batasan usia (maksimal 25 tahun) juga menghambat lulusan sarjana yang berusia di atas 22 tahun.

Pertumbuhan Ekonomi yang Tidak Berkualitas: Ekonom Piter Abdullah (Segara Research Institute) membongkar ilusi target 19 juta lapangan kerja: Setiap 1% pertumbuhan ekonomi hanya menciptakan 250 ribu lapangan kerja. Untuk memenuhi target, Indonesia butuh pertumbuhan di atas 8% per tahunvjauh di atas proyeksi IMF yang hanya 4,7%.

Solusi Semu dan Kegagalan Negara Hadir

Moratorium TKI: Pengalihan Isu yang Berbahaya: Alih-alih membuka lapangan kerja di dalam negeri, pemerintah justru mengandalkan pengiriman TKI ke Arab Saudi negara dengan catatan pelanggaran HAM terhadap pekerja migran. Langkah ini dinilai sebagai pengakuan tidak langsung atas kegagalan menciptakan lapangan kerja.

Program “Makan Bergizi Gratis (MBG) yang Tidak Relevan: Bappenas berharap MBG menciptakan 800 ribu-1,5 juta lapangan kerja. Namun, lapangan kerja ini bersifat sementara dan tidak menyelesaikan masalah struktural seperti PHK sektor padat karya .

UU Cipta Kerja yang Mandul: Meski digadang-gadang sebagai solusi, implementasinya justru memperburuk kondisi. Perusahaan lebih memilih sistem kontrak jangka pendek atau magang, sehingga pekerja kehilangan jaminan finansial dan keamanan.

Generasi Z: Korban dan Kritikus Kebijakan

#KaburAjaDulu: Suara Keputusasaan: Tagar ini viral sebagai bentuk protes generasi muda terhadap mahalnya biaya pendidikan, minimnya lapangan kerja, dan upah tidak layak. Banyak yang memilih bekerja di luar negeri (Jepang, Australia, Jerman) sebagai jalan keluar. Fenomena “Hopeless of Job”: Survei BPS menyebut 369.500 pemuda usia 15–29 tahun telah menyerah mencari kerja karena rasa pesimis yang mengakar .

Menagih Janji: Apa yang Harus Diubah?

Revolusi Pendidikan Vokasi: Institusi pendidikan harus menyelaraskan kurikulum dengan kebutuhan industri, terutama di bidang teknologi dan green economy. Pelatihan keterampilan (reskilling) untuk pekerja yang terdampak PHK juga mendesak.

Insentif untuk Sektor Padat Karya: Pemerintah perlu memprioritaskan industri yang menyerap banyak tenaga kerja (seperti UMKM dan pertanian) melalui kredit investasi berbunga rendah dan perlindungan dari gempuran impor.

Transparansi dan Akuntabilitas Kebijakan: Satgas PHK yang diperintahkan Prabowo harus bekerja konkret: memetakan sektor rawan PHK, memperkuat jaminan sosial bagi pengangguran, dan menuntut perusahaan patuh pada UU Ketenagakerjaan.

Dari Janji ke Aksi, Bukan Ilusi

Janji 19 juta lapangan kerja bukan sekadar angka, melainkan cermin komitmen terhadap masa depan 7,28 juta penganggur dan 3,67 juta angkatan kerja baru. Jika pemerintah terus bergantung pada solusi semu seperti moratorium TKI atau program jangka pendek, janji ini tak akan pernah lebih dari “omon-omon” (istilah kosong) .

Negara wajib hadir bukan dengan retorika, tapi dengan terobosan kebijakan yang menyentuh akar masalah: ketimpangan kompetensi, perlindungan pekerja, dan pertumbuhan ekonomi inklusif. Tanpa itu, gelombang keputusasaan generasi muda akan terus menggerus mimpi Indonesia Emas 2045. Seperti diingatkan Sutan Sjahrir: “Anak muda boleh pandai beretorika, tapi juga harus sadar untuk mewujudkan kemakmuran rakyat”. Kini, saatnya pemerintah mendengar teriakan itu.

Shanto Adi P/Editor

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments