Ilustrasi
(IHINEWS) Karawang 19/05/2025, Kemiskinan di Indonesia sering kali disederhanakan sebagai akibat dari kemalasan individu. Namun, analisis mendalam terhadap struktur sosial, ekonomi, dan politik menunjukkan bahwa akar masalahnya terletak pada kegagalan sistem, bukan karakter rakyat.
Kemiskinan di Indonesia bersifat struktural, di mana sistem ekonomi dan politik tidak menyediakan akses yang adil bagi masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup. Pakar sosiologi Bagong Suyanto menjelaskan bahwa banyak pekerja sektor informal bekerja keras (seperti pengemis atau pedagang kaki lima), tetapi terhambat oleh minimnya modal, pendidikan, dan jaringan sosial. Sistem yang tidak ramah ini memperkuat siklus kemiskinan antargenerasi, di mana anak-anak dari keluarga miskin cenderung tetap miskin karena kurangnya modal ekonomi dan pendidikan.
Kebijakan meritokrasi yang diusung pemerintah sering kali tidak melindungi kelompok miskin. Contohnya, minimarket besar yang tidak diatur dapat mematikan usaha kecil. Selain itu, distribusi bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan BPJS Kesehatan tidak menjangkau seluruh lapisan yang membutuhkan, karena garis kemiskinan di Indonesia dinilai terlalu rendah dan tidak mencerminkan kebutuhan riil. Bank Dunia bahkan menyarankan agar Indonesia menaikkan standar kemiskinannya agar lebih realistis.
Kemiskinan juga dipicu oleh korupsi elit politik-ekonomi yang menguasai sumber daya alam. Reza A.A Wattimena dalam analisisnya menyebut Indonesia sebagai “negara yang dimiskinkan” oleh sistem politik dan hukum yang korup. Masyarakat miskin sering menjadi korban kebijakan yang tidak adil, seperti perampasan aset kecil (misalnya motor karena pajak) sementara kekayaan hasil korupsi tetap aman.
Rendahnya kualitas pendidikan nasional memperparah kemiskinan. Sekolah gratis tidak menjamin peningkatan kompetensi, sehingga generasi muda sulit bersaing di pasar kerja. Sistem pendidikan yang buruk juga memperkuat kebodohan kolektif, di mana masyarakat tidak kritis terhadap struktur yang menindas.
Garis kemiskinan Indonesia (Rp535.547/bulan) dinilai tidak realistis karena hanya memenuhi 75% kebutuhan dasar makanan, sementara pengeluaran non-makanan (perumahan, kesehatan) meningkat. Jika menggunakan standar Bank Dunia ($6,85 PPP/hari), angka kemiskinan Indonesia bisa melonjak hingga 40%, menunjukkan bahwa sistem pengukuran saat ini mengaburkan realita.
Kemiskinan di Indonesia adalah cerminan dari sistem yang gagal menciptakan keadilan sosial. Solusinya bukan dengan menyalahkan rakyat, tetapi dengan mereformasi kebijakan ekonomi, memperbaiki sistem pendidikan, memberantas korupsi, dan meningkatkan proteksi sosial. Tanpa perubahan struktural, kemiskinan akan tetap menjadi lingkaran setan yang sulit diputus.
Shanto Adi P/Editor