MENGURANGI BIAYA DENGAN MENGANDALKAN TENAGA KERJA MURAH DAPAT MERUGIKAN PERUSAHAAN

(IHINEWS) Karawang 08/05/2025, Di tengah persaingan bisnis yang ketat, banyak perusahaan mengadopsi strategi memangkas biaya dengan mengandalkan tenaga kerja murah. Meskipun langkah ini terlihat menguntungkan secara finansial dalam jangka pendek, ketergantungan berlebihan pada pekerja berupah rendah justru dapat merugikan perusahaan dalam jangka panjang.

Berikut analisis dampak negatif dari praktik ini:

  1. Turnover Tinggi dan Biaya Tersembunyi

Upah rendah sering kali menyebabkan ketidakpuasan pekerja, memicu tingkat pergantian (turnover) yang tinggi. Setiap kali pekerja keluar, perusahaan harus mengeluarkan biaya rekrutmen, pelatihan, dan penurunan produktivitas selama masa adaptasi. Menurut studi Work Institute (2020), biaya mengganti satu karyawan mencapai 33% dari gaji tahunannya. Akumulasi biaya ini bisa melebihi penghematan dari upah murah.

  1. Penurunan Kualitas Produk/Layanan

Pekerja yang kurang termotivasi cenderung tidak memberikan kinerja optimal. Hal ini berisiko menurunkan kualitas produk atau layanan, merusak reputasi merek, dan kehilangan kepercayaan pelanggan. Contohnya, beberapa merek fast fashion dikritik karena produk berkualitas rendah yang dihasilkan oleh pekerja yang dieksploitasi, memicu boikot konsumen.

  1. Risiko Hukum dan Reputasi

Eksploitasi tenaga kerja murah, terutama di negara dengan regulasi lemah, dapat menjerat perusahaan dalam skandal pelanggaran HAM. Konsumen modern semakin sadar etis—67% lebih memilih merek yang berkomitmen pada keberlanjutan (IBM, 2022). Kasus seperti Rana Plaza di Bangladesh (2013) menunjukkan bagaimana praktik buruk menghancurkan reputasi perusahaan terkait.

  1. Hambatan Inovasi

Tenaga kerja murah sering kali tidak disertai investasi dalam peningkatan keterampilan. Padahal, inovasi membutuhkan sumber daya manusia kompeten. Perusahaan yang mengabaikan pelatihan dan pengembangan pekerja berisiko tertinggal dari pesaing yang mengutamakan teknologi dan SDM berkualitas.

  1. Dampak pada Moral dan Produktivitas

Upah tidak layak menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat, menurunkan moral, dan memicu ketidakhadiran (absenteeism). Penelitian University of Warwick (2015) membuktikan bahwa karyawan bahagia 12% lebih produktif. Dengan kata lain, kebahagiaan karyawan berkorelasi langsung dengan efisiensi bisnis.

Argumen Balik dan Solusi

Memang, upah rendah memungkinkan perusahaan menawarkan harga kompetitif. Namun, keuntungan jangka pendek ini sering kali tidak sebanding dengan kerugian jangka panjang. Solusinya, perusahaan perlu beralih ke model berkelanjutan:

  1. Upah adil dan kesejahteraan karyawan untuk meningkatkan loyalitas.
  2. Investasi dalam pelatihan dan otomatisasi untuk meningkatkan efisiensi.
  3. Transparansi rantai pasok untuk memastikan praktik etis.

Mengorbankan hak pekerja demi menekan biaya adalah strategi usang. Di era di mana reputasi dan inovasi menjadi kunci keberhasilan, perusahaan perlu memprioritaskan keseimbangan antara profit dan tanggung jawab sosial. Dengan membangun ekosistem kerja yang adil, bisnis tidak hanya bertahan tetapi juga menciptakan nilai jangka panjang bagi semua pemangku kepentingan.

Shanto Adi P/Editor

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments