PNS/ASN ADALAH BURUH YANG TIDAK MENYADARI STATUS KELASNYA

(IHINEWS) Karawang 08/05/2025, dalam wacana Marxis, konsep “buruh” atau proletariat merujuk pada kelompok yang menjual tenaga, waktu, dan keterampilannya kepada pemilik modal (kapitalis) atau negara untuk bertahan hidup. Meski kerap dianggap sebagai “pegawai” dengan status istimewa, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Aparatur Sipil Negara (ASN) sebenarnya juga termasuk dalam kategori ini. Namun, banyak dari mereka tidak menyadari posisinya sebagai bagian dari kelas pekerja. Mengapa hal ini terjadi, dan apa implikasinya?

  1. Ilusi StatusPegawai Negara vs Realitas Relasi Kerja

PNS/ASN sering kali merasa berbeda dari buruh pabrik atau pekerja sektor informal karena label “pegawai negara” yang melekat. Mereka menganggap diri sebagai bagian dari sistem birokrasi, bukan sebagai pekerja yang teralienasi. Padahal, relasi kerjanya sama: mereka menjual tenaga dan waktu kepada negara (sebagai “majikan”) untuk memperoleh gaji. Bedanya, “majikan” di sini adalah negara, yang dalam sistem kapitalis, juga beroperasi sebagai entitas yang mengatur produksi dan reproduksi kekuasaan.

Faktor seperti tunjangan, pensiun, atau jaminan kesehatan sering kali menciptakan ilusi kesejahteraan, sehingga PNS/ASN abai bahwa hak-hak tersebut adalah hasil perjuangan kelas pekerja sebelumnya (seperti gerakan buruh abad ke-20). Mereka lupa bahwa tanpa tekanan kolektif, negara bisa saja mencabut hak-hak itu seperti terlihat dalam kasus reformasi sistem pensiun di beberapa negara.

  1. Alienasi yang Tersamar: Alat Negara vs Identitas Kelas

PNS/ASN bekerja untuk menjalankan kebijakan negara, termasuk yang bersifat eksploitatif atau tidak populer. Misalnya, petugas pajak yang menagih rakyat kecil, atau polisi yang menjadi alat represi. Di sini, terjadi alienasi ganda:

Pertama, mereka teralienasi dari hasil kerja mereka sendiri (kebijakan yang mereka jalankan justru mungkin merugikan kelas pekerja).

Kedua, mereka teralienasi dari kesadaran sebagai pekerja karena mengidentikkan diri dengan “negara”, bukan dengan rakyat yang dilayani.

Status sebagai “aparatur negara” membuat mereka merasa berada di atas kelas buruh, padahal secara ekonomi, mereka tetap bergantung pada gaji bulanan—mirip dengan buruh yang bergantung pada upah.

  1. Mengapa Mereka Tidak Sadar?

a. Stabilitas yang Meninabobokan: Jaminan kerja hingga pensiun menciptakan rasa aman semu, sehingga mereka tidak merasa perlu bersolidaritas dengan gerakan buruh yang memperjuangkan hak-hak dasar.

b. Ideologi Negara: Narasi “abdi negara” atau “pelayan masyarakat” digunakan untuk membangun loyalitas buta, mengaburkan relasi eksploitatif antara negara sebagai pemberi kerja dan PNS/ASN sebagai pekerja.

c. Kesenjangan dengan Buruh Lain: Gaji PNS/ASN (meski tidak selalu tinggi) cenderung lebih terjamin dibanding upah buruh harian, menciptakan ilusi “kelas menengah” yang terpisah dari proletariat.

 

2. Implikasi Ketidaksadaran Ini

a. Melemahnya Solidaritas Kelas: PNS/ASN yang tidak sadar sebagai buruh cenderung antipati terhadap aksi protes buruh, padahal isu seperti upah layak atau jaminan kesehatan adalah kepentingan bersama.

b. Alat Status Quo: Negara memanfaatkan PNS/ASN yang tidak kritis untuk mempertahankan sistem yang mungkin menindas kelas pekerja lain. Contoh: guru honorer yang digaji rendah oleh negara justru dikelola oleh PNS bidang pendidikan yang tidak memprotes ketidakadilan ini.

c. Krisis Representasi: Jika PNS/ASN sadar sebagai buruh, mereka bisa menjadi kekuatan penyeimbang untuk mendorong kebijakan pro-rakyat. Ketidaksadaran ini membuat birokrasi tetap elitis dan jauh dari aspirasi masyarakat.

 

3. Tetapi Kami Bukan Buruh!. Kritik atas Argumen Ini

Banyak PNS/ASN akan menolak dikategorikan sebagai “buruh” karena:

  1. Persepsi Prestise: Status PNS dianggap lebih terhormat secara sosial.
  2. Hak Istimewa: Mereka memiliki tunjangan yang tidak dimiliki buruh kontrak.

Namun, argumen ini mengabaikan bahwa “hak istimewa” PNS/ASN bukanlah hadiah dari negara, melainkan hasil kompromi historis antara negara dengan gerakan pekerja. Jika negara memiliki kepentingan, hak-hak itu bisa dicabut (contoh: pemotongan tunjangan saat krisis ekonomi).

 

Pentingnya Kesadaran Kelas bagi PNS/ASN

Menyadari diri sebagai bagian dari kelas pekerja bukan berarti merendahkan status PNS/ASN, melainkan membuka mata bahwa kepentingan mereka sejalan dengan perjuangan buruh lainnya: upah layak, jaminan sosial, dan perlindungan kerja. Kesadaran ini bisa menjadi modal untuk membangun birokrasi yang lebih pro-rakyat dan memaksa negara memenuhi hak-hak dasar pekerja termasuk bagi mereka yang bekerja di sektor publik.

Sebagaimana kata Paulo Freire, “Kesadaran adalah langkah pertama untuk pembebasan.” Jika PNS/ASN tetap menganggap diri “bukan buruh”, mereka hanya menjadi roda penggerak sistem yang suatu hari mungkin menggilas hak-haknya sendiri.

Shanto Adi P/Editor

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments