Foto istimewa
(IHINEWS) Karawang (27/05/2025), Usulan perpanjangan batas usia pensiun Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga 70 tahun yang digagas Korpri menuai pro-kontra. Di satu sisi, kebijakan ini dinilai sebagai upaya mempertahankan tenaga ahli berpengalaman, tetapi di sisi lain, dikhawatirkan menghambat regenerasi dan membebani keuangan negara.
Korpri mengusulkan perpanjangan usia pensiun ASN dengan alasan meningkatnya harapan hidup (74,21 tahun untuk perempuan dan 70,32 tahun untuk laki-laki) serta potensi pemanfaatan SDM yang telah melalui pelatihan intensif. Meski memiliki dasar logis, usulan ini mendapat penolakan dari kalangan legislator, pengamat, hingga pejabat Kementerian.
Wakil Ketua Komisi II DPR Zulfikar Arse Sadikin menegaskan, bonus demografi Indonesia (60 juta pengangguran) membutuhkan ruang bagi generasi muda. Perpanjangan usia pensiun berisiko mempersempit formasi rekrutmen ASN baru.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai usia 70 tahun tidak realistis untuk pekerjaan operasional, mengingat penurunan kesehatan dan energi. Ia mencontohkan, ASN di atas 60 tahun lebih cocok sebagai penasihat non-operasional.
Menteri PANRB Rini Widiyantini menyoroti potensi peningkatan belanja gaji dan tunjangan ASN aktif, terutama dengan jumlah ASN mencapai 4,2 juta orang. Data Kemenkeu menunjukkan belanja pensiun telah melonjak dari Rp50 triliun (2010) menjadi Rp164,4 triliun (2024).
Sistem birokrasi Indonesia yang belum sepenuhnya berbasis meritokrasi memperumit implementasi usulan ini. Guru Besar UI Eko Prasojo mengkritik bahwa 48% pejabat eselon II dan 38% eselon III berstatus *deadwood* (tidak kompeten). Mempertahankan mereka justru membebani negara tanpa meningkatkan produktivitas. Regenerasi kepemimpinan terhambat jika pejabat senior tetap bertahan, sehingga ASN muda kesulitan naik jabatan. Rekomendasi dari analis kebijakan menyarankan skema performance-based retirement, di mana hanya ASN dengan penilaian kinerja tinggi yang boleh diperpanjang masa kerjanya.
Proyeksi keuangan menunjukkan risiko sistemik jika kebijakan ini tidak dikelola hati-hati. Sistem pensiun Indonesia masih bergantung pada APBN, bukan dana pensiun berbasis iuran (fully funded). Tanpa reformasi, beban pensiun diprediksi mencapai Rp540 triliun pada 2050. Mempertahankan ASN lanjut usia juga berisiko meningkatkan alokasi anggaran untuk perawatan medis, mengingat risiko penyakit degenerative. Anggaran pensiun yang melebihi belanja modal (seperti infrastruktur) dapat mengganggu pembangunan nasional.
Usulan perpanjangan usia pensiun ASN hingga 70 tahun adalah kebijakan kompleks yang memerlukan analisis holistik. Meski berpotensi mempertahankan SDM ahli, dampak negatifnya terutama pada regenerasi dan keuangan negara tidak bisa diabaikan. Penting bagi pemerintah untuk mengombinasikan skema selektif berbasis kinerja, reformasi sistem pensiun, dan pembukaan ruang bagi generasi muda. Tanpa langkah mitigasi, kebijakan ini berisiko menjadi beban jangka panjang bagi birokrasi dan fiskal Indonesia.
Shanto Adi P/Editor